Rabu, 10 Mei 2017

"ANAK LAUT" - Dimas Ihsan Rashidi (12914021)

ANAK LAUT
oleh: Dimas Ihsan Rashidi (12914021)

(suatu siang di kota Malang)
Saya: “Kemana nih? Bosen. Buka puasa masih lama pula.”
Darmo: “Mau ke Sempu gak?”
Saya: “Sempu? Apaan tuh?”
Darmo: “Itu lah pulau di selatan. Nyebrang dari Sendang Biru.”
Saya: “Ada apa aja disana?”
Rifqi: “Coba aja cari di internet.”
(beberapa menit setelah berselancar di internet)
Saya: “Berangkat!”

Begitulah. Hanya 1 jam setelah saya menginjakan kaki di Bumi Arema, saya dan 3 teman langsung bergegas berangkat ke pantai Sendang Biru, di selatan kota Malang. Perjalanan dari Kecamatan Sawo Djajar ke Sendang Biru kurang lebih ditempuh dalam waktu 2,5-3 jam menggunakan sepeda motor. Saya berboncengan dengan teman saya bernama Darmo, sedangkan teman saya yang lain yaitu Rifqi dan Nui, dimotor yang lain.
“Gantian gak?”. Tanya saya ketika kami beristirahat sholat dzuhur di jalan.
“Aduh jari gua! Panas!” Reaksi Darmo ketika dia secara sadar memegang cakram rem depan motor setelah melewati banyak turunan
“Eh mo, Rifqi sama Nui ketinggalan kayaknya.”
Singkat cerita, setelah melewati perjalanan penuh drama, kami pun sampai di Pantai Sendang Biru. Pantai yang ramai akan perahu-perahu nelayan, dan sepi akan pengunjung. Waktu itu pantai ini mungkin belum sepopuler sekarang. Kemudian kami pun langsung mencari nelayan yang membuka jasa penyebrangan.


“Pak nyebrang ke pulau berapa pak?”, tanya saya pada salah satu nelayan yang sepertinya baik.
“150 ribu dek per orangnya.”, jawab bapak nelayan tersebut.
“Oh, 150 ya pak”, tanggapku tenang, padahal di dalam hati bergumam “Asem mending buat les renang terus nyebrangnya berenag aja.”
Kemudian, Darmo, temanku sang putra daerah, mencoba bernegosiasi dengan bapak tersebut. Dengan dialek dan tata bahasa Jawa yang saya tidak mengerti, akhirnya kami sampai di kesepakatan.
“100 ribu, PP. Tapi jangan lebih dari jam 6.”. Wow, hebat juga negonya.
Kami pun naik ke kapal dan memulai penyebrangan. Pulau Sempu sebetulnya sangat dekat, namun tempat pendaratan kami adalah di sekitar sisi barat dari pulau.


Kurang lebih 20 menit di kapal, kami pun sampai di tempat pendaratan. Kami mendarat bukan di dermaga atau jetty, namun di tempat dangkal di zona pasang surut dimana kaki kami bisa menapak dengan terendam selutut, namun kapal tidak terdampar. Waktu menunjukan pukul 13 lewat 30 menit.

     “Satu-satunya bangunan di pulau cuman pos ini aja, mas. Pulau ini juga gak berpenghuni.”, ujar mas Dana, teman baru sekaligus juru kuncen tak resmi dari pulau ini. Seperti pesisir pada umumnya, pulau ini banyak terdapat batu, karang, serta pohon dan perdu dengan akar yang bercabang banyak. Di pulau ini juga terdapat binatang liar. Dan yang paling ditakuti, ialah monyet-monyet.
      Destinasi kami semenjak menginjakan kaki di pulau ini adalah Segoro Anakan, sebuah pantai yang terkepung oleh formasi karang, dan menurut saya, serupa dengan sebuah laguna. Segoro Anakan terletak dibagian barat daya-selatan pulau, dengan waktu tempuh ±2 jam dengan berjalan kaki. Yang unik dari Segoro Anakan adalah air laut yang masuk ke laguna ini berasal dari sebuah lubang besar dengan diameter ±6 meter di formasi karang, yang mana ketika ombak besar atau pasang maksimum, air akan menghambur karena menabrak karang dan masuk melewat lubang tersebut bak dibuang dari gayung. 
Untuk mencapai sana, sobat baru kami mas Dana memilih rute menyusuri pesisir pulau. “Biar tidak tersasar mas.”, ujarnya setelah ditanya
Hemm, ternyata bisa tersasar juga ya. Sesekali kami berbelok ke bagian dalam pulau, untuk kemudian kembali lagi ke pesisir. Meskipun di pesisir, namun jalan yang kami lalui memiliki elevasi 5-10 meter dpl, alias kami berjalan di tebing pantai. Perjalanan yang kami lakukan ketika puasa membuat kami berandai-andati apakah air laut itu bisa diminum karena kami sangat haus.

Singkat cerita, jam menunjukan pukul 15.30 dan belum ada tanda-tanda kami sampai di tujuan.
“Kita gak nyasar kan?”, ujarku iseng.
“Enggak kok, mas. Sebentar lagi.”, balas mas Dana, sang juru kunci.
Benar saja, setelah sebuah trek tanjakan, kami melihat muka, namun, berada di sebuah kolam yang dikelilingi oleh karang dan pohon. Benar. Kami sudah sampai di Segoro Anakan.



Rasanya sangat lega. Selain karena rasa capek yang terbayarkan, kami pun berada di tempat yang, boleh dibilang, pertama kali jenisnya kami kunjungi. Air disini asin. Tidak ada suplai air tawar dari manapun. Dan juga tidak ada siapapun kecuali saya, Darmo, Rifqi, Nui, dan mas Dana. Kami pun berjalan-jalan, berfoto-foto, dan lain-lain..pokoknya sepuas kami disana.
Sepertinya waktu itu sedang surut, sehingga kami tidak  dapat melihat pertunjukan banjuran air yang melewati lubang di formasi karang yang selalu dibilang orang itu. Namun tetap saja, kami dibuat takjub dan kagum oleh penampang alam yang indah ini. “Di Tangerang Selatan mana ada yang seperti ini”, gumam saya. Sekedar info, Tangerang Selatan adalah kota asal saya, hehe. Saya pun me-recall dan mencoba menebak-nebak “ini kenapa bentuknya kayak gini?”, “siapa yang pertama kali nemun”, “jangan-jangan ada suku pedalaman disana”, “sejarah pembentukannya gimana ya?” dan lain-lain. Namun, semua itu buyar setelah saya ditekel untuk jatuh ke air. “Oh, perang”, dan saya tekel balik teman, dan seterusnya seterusnya looping sampai kami semua basah dibarengi kesadaran bahwa dari kami tidak ada yang membawa baju ganti..kecuali saya.





Setelah puas bermain air-pasir-kerikil, kami pun bergegas untuk kembali ke tempat pendaratan untuk dijemput kembali ke pulau utama. Sepanjang perjalanan, kami banyak berbicara banyak hal, terutama tentang pulau ini. Saya akui, perjalanan ini, walaupun sebentar, sangat berkesan bagi saya.Pukul 17.45, kapal pun datang dan kami berlayar menujur tanah jawa. 
Tepat sebelum berpisah dengan mas Dana, saya sempatkan bertanya ke dia, “Mas, Segoro Anakan itu artinya apa sih?”. Dia menjawab, “Anak Laut.”

Selasa, 09 Mei 2017

Bunaken punya Cerita - Edwin Apriyanta (12914016)

Satu hal yang perlu kamu lakukan di Manado, cari 3B.
B yang pertama adalah Bubur Manado
B yang kedua adalah Bunaken
B yang terakhir adalah Bibir Nona Vasung.


Yah, liburan ini cukup spesial, dimana minggu paskah bertepatan dengan hari ulang tahun ku ke - 21 dan aku berlibur ke Manado.
Pagi Itu, aku terbangun di rumah saudara, jam menunjukan jam 8 pagi Waktu Indonesia Tengah (WITA), menandakan sudah terlambat untuk ke Gereja untuk melakukan ibadah Jumat Agung, mengingat jadwal kegiatan hari ini cukup padat berada di Bunaken.
Menuju tempat pelabihan kecil, dimana kapal yang sudah disewa menuju Bunaken sudah menunggu kami.

Perjalanan dari Manado menuju Bunaken menggunakan kapal ditempuh selama 45 menit.
Di selamat perjalanan, kita bisa melihat Manado Tua dan Bunaken.
Sesampainya di Bunaken, kami sekeluarga beristirahat sambil makan, ya siapa tau ada
yg belum sarapan seperti saya atau persiapan buat kegiatan surface diving.
Setelah itu, yang lain sedang menyewa2 alat selam dasar dan saya mempersiapkan alat yang sengaja saya bawa sendiri dari rumah, kami langsung berangkat menuju tengah laut yang biasa orang - orang sana gunakan sebagai spot snorkel diving.
20 menit menuju tempat yang dituju, pemandu kami yang bernama Yehezkiel memberikan beberapa arahan dalam snorkel diving.

Sesampainya di spot yang dituju, pemandu dan petugas kapal pun menurunkan tangga sehingga keluarga ku bisa turun melalui tangga. namun Yehezkiel ini menyuruh saya turun melalui sisi kapal yang satu lagi, dimana kedalamannya cukup dalam.
Langsung saja ku turun ke laut yang berwarna biru gelap tersebut. Sontak aku pun shock tidak melihat dasar, langsung saja ku berenang secepat mungkin ke sisi kapal untuk meraih sesuatu yang dapat ku pegang.
Membiasakan diri ditengah laut. lama2 ku terbiasa dengan badan dan peralatan ku
sendiri di laut tersebut. langsung saja ku melepas pegangan dan mulai snorkel diving.
Yah, maaf saja tidak ku ambil gambar di bawah lautnya itu karena ku tidak memiliki kamera dan aku tidak memiliki uang untuk menyewa kamera tersebut.

Mungkin terlalu asik dibawah air, aku tidak memperhatikan berapa lama aku berada dibawah air, orang - orang sudah mulai menyuruhku untuk naik ke kapal untuk kembali kedaratan. Cukup puas juga berada dilautan, yang katanya salah satu spot untuk diving.

#OseanografiIndonesia
#IndonesiaPunyaCerita
#Bunaken PunyaCerita